KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat
menyusun laporan penelitian ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
laporan penelitian ini kami membahas penelitian mengenai Museum Wayang dan Pendopo Banyumas .
Laporan ini dibuat dengan berbagai observasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan laporan ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada laporan ini. Oleh karena itu kami mengharap kritik
dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan laporan
karya tulis ini selanjutnya.
Akhir kata
penulis berharap atas
nama Tuhan Yang Maha
Esa semoga laporan
karya tulis ini
dapat bermanfaat dan
berguna bagi semua
pihak.
Banyumas, Desember 2013
Tim
Penyusun
ABSTRAKSI
Keyword : MUSEUM WAYANG
& PENDOPO SI PANJI
Museum Wayang Sendang
Mas adalah
museum wayang yang terletak di kota Banyumas. Didirikan pada tanggal 31 Desember 1983 dan
sekarang dikelola oleh Yayasan Seni Budaya Sendang Mas. Koleksi utamanya adalah
wayang-wayang dalam gagrak Banyumasan,
terutama sekali tokohBawor yang hanya ada dalam wayang Banyumasan. Selain
itu terdapat koleksi benda-benda purbakala yang ditemukan di sekitar kabupaten
Banyumas. Nama Sendang Mas sendiri merupakan akronim dari Seni
Pedalangan Banyumas.
Pendopo Si Panji adalah salah satu artefak dalam bentuk
bangunan yang dianggap bersejarah dalam terbentuknya Kota Purwokerto sebagai
bagian utama wilayah Kabupaten Banyumas saat ini.
Bangunan Pendapa Si
Panji yang saat ini berdiri megah di alun-alun Kota Purwokerto merupakan salah
satu peninggalan bersejarah dan dihormati oleh masyarakat Banyumas, karena
salah satu pilar dari pendopo ini, yang dinamai Si Panji, merupakan wujud
perlambang kekuatan.
Saat itu wilayah
Banyumas sering terjadi Banjir karena kondisi geografisnya yang berdekatan
dengan Sungai (Kali) Serayu dan lebih rendah datarannya.
Sehingga setiap kali musim penghujan tiba dan Sungai Serayu meluap airnya maka di Banyumas terjadi banjir. Karena alasan tersebut maka Ibukota Kabupaten Banyumas diputuskan untuk dipindah dan mencari tempat yang lebih tinggi dari permukaan Kali Serayu. Saat perpindahan tersebut terjadi sekitar tanggal 7 Januari 1937 dibawah pemerintahan KRAA Sudjiman Mertadiredja Gandasoebrata, Bupati Banyumas saat itu.
Proses perpindahan Ibukota Kabupaten Banyamas ke Kota Purwokerto ternyata juga memerlukan perjuangan dan peristiwa yang bernilai budaya tinggi. Karena saat pemindahan Pendopo maka semua perlambang pemerintahan akan juga dibawa serta termasuk Pilar Si Panji. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk memindahkan Pilar Si Panji dan hal tersebut dipercaya oleh masyarakat Banyumas sampai dengan saat ini, yaitu Pilar Si Panji tidak boleh dibawa menyeberangi Sungai Serayu, padahal arah dari Kota Kabupaten Banyumas ke Kota Purwokerto mengharuskan untuk melewati (menyeberangi Sungai Serayu).
Sehingga setiap kali musim penghujan tiba dan Sungai Serayu meluap airnya maka di Banyumas terjadi banjir. Karena alasan tersebut maka Ibukota Kabupaten Banyumas diputuskan untuk dipindah dan mencari tempat yang lebih tinggi dari permukaan Kali Serayu. Saat perpindahan tersebut terjadi sekitar tanggal 7 Januari 1937 dibawah pemerintahan KRAA Sudjiman Mertadiredja Gandasoebrata, Bupati Banyumas saat itu.
Proses perpindahan Ibukota Kabupaten Banyamas ke Kota Purwokerto ternyata juga memerlukan perjuangan dan peristiwa yang bernilai budaya tinggi. Karena saat pemindahan Pendopo maka semua perlambang pemerintahan akan juga dibawa serta termasuk Pilar Si Panji. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk memindahkan Pilar Si Panji dan hal tersebut dipercaya oleh masyarakat Banyumas sampai dengan saat ini, yaitu Pilar Si Panji tidak boleh dibawa menyeberangi Sungai Serayu, padahal arah dari Kota Kabupaten Banyumas ke Kota Purwokerto mengharuskan untuk melewati (menyeberangi Sungai Serayu).
Akhirnya diputuskan untuk
pemindahan Pilar Si Panji adalah dengan membawanya pada bagian hulu Sungai
Serayu yaitu di sumber mata air utama Sungai Serayu di Mata Air "Bima
Lukar" di wilayah Pegunungan Dieng, dan memutari Sungai
Serayu untuk dibawa ke Kota Purwokerto tanpa harus melewati Sungai (Kali)
Serayu.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siswa SMA N
Banyumas mempunyai tugas penelitian tempat bersejarah yang dilaksanakan sebagai
tugas akhir semester 1.Penelitian ini diikuti oleh siswa kelas X IPS 2 secara
berkelompok dengan tujuan untuk menambah wawasan siswa dan menumbuhkan rasa
kebersamaan diantara mereka.Selain itu,setelah selesai melaksanakan penelitian
diharapkan siswa mampu menulis sebuah Karya Tulis Ilmiah yang berbentuk laporan
penelitian.
B. Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas,
maka kami merumuskan masalah yang akan kami tuangkan kedalam laporan ini
mengenai :
·
Kapan Museum Wayang Sendang Mas didirikan.
·
Apa saja yang terdapat didalam Museum Wayang Sendang Mas.
·
Sejarah Singkat Museum Wayang Sendang Mas
·
Kapan Pendopo Si panji dibangun.
·
Sejarah Singkat Pendopo Si Panji
C. Tujuan Penulisan
a) Berlatih membuat karya tulis yang
berbentuk laporan penelitian
b) Berlatih menulis
c) Berlatih Berbicara dengan baik dan
sopan
d) Menambah wawasan dan pengetahuan
II. METODOLOGI
A.
Objek
Ã
Museum
Wayang

Ã
Pendopo
Banyumas

B.
Metode
Pengumpulan Data
1.
Sumber
Tertulis :
Buku Babad Banjoemas
2.
Sumber
Lisan
Bapak Suyudi (Pengelola Museum Wayang)
III.
PEMBAHASAN
A.
Museum
Wayang
Nama Museum ada
dua versi nama Sendang Mas. Versi pertama merupakan kependekan dari Seni
Pedalangan Banyumas untuk memberi nama gagrag Banyumasan yang berbeda dengan
gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta. Versi kedua menyebutkan nama Museum
Sendang Mas berasal dari nama sumur kecil di belakang pendopo Si Panji yang
sampai sekarang masih mengeluarkan air. Diameter sumur 0,5 meter dengan
kedalaman kurang lebih 2 meter.
Museum ini
berdiri 31 Desember 1983 atas prakarsa bapak Soepardjo Rustam, bersama
Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) dan tokoh-tokoh Banyumas
lainnya. Museum ini, berada di kompleks Pendopo Duplikat Si Panji, Banyumas, di
jalan Kawedanan no. 1 atau Jl. Gatot Soebroto No. 1. Dulu merupakan bekas pusat
pemerintahan Kabupaten Banyumas sebelum dipindah ke Purwokerto. pada masa
pemerintahan bupati ke-14 RT Martadireja II (1832 - 1882), yang berjarak
sekitar 15 kilometer dari Purwokerto.
Museum wayang Sendang Mas menempati
bangunan yang bercirikan limasan berada diatas tanah seluas 0,20 Ha dengan luas
bangunan seluas 252 m2.
Koleksi Museum
Sendang Mas, antara lain Wayang Gagrag Banyumasan tempo dulu dan sekarang,
Gagrag Yogyakarta, Wrayang Krucil, Wayang Prajuritan, Wayang Kidang Kencana,
Wayang Golek Purwa, Wayang Golek Menak, Wayang Suluh, Wayang Beber, Wayang
Kulit Purwa, Wayang Suluh, Wayang Golek Purwo, Wayang Golek Menak, Wayang
Krucil, Wayang Beber, Gamelan Slendro, Calung/Angklung, Kaligrafi Huruf Jawa,
Wayang Suket/Adam Marifat, Banyumas Tempo dulu, dan masih banyak lagi. Selain
itu terdapat benda Tosan Aji, Buku perpustakaan dan arkeologi yang memamerkan
sejumlah peninggalan peralatan dari bahan baku batu dan kayu.
Di museum, kami
juga melihat dan mengetahui secara persis kekhasan gagrag Banyumasan, terletak
pada salah satunya adanya tokoh Bawor yang pada gagrag Ngayogyakarta maupun
Surakarta disebut sebagai Bagong. Gending yang ditampilkan pada gagrag
Banyumasan adalah gending kembangglepang dan gending-gending Banyumasan
lainnnya, sedangkan pada gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta dipakai gagrag
Ngayogyakarta maupun Surakarta gending Sulukan, pangkur, dan sebagainya.
Lepas dari itu,
kami melihat lintasan sejarah, dimana Kesenian wayang telah melampaui masa
ribuan tahun dan terus bertahan dengan menyesuaikan kemajuan jaman. Sejumlah
ilustrasi dari berbagai bahan yang telah digunakan dalam pewayangan digambarkan
di dalam museum, penggabungan seni dan budaya yang tak lekang dimakan jaman.
Dan itu sesuai dengan pendapat Soediro Satoto (2003) seni merupakan lembaga
sosial, dokumentasi sosial, cermin sosial, moral sosial, eksperimen sosial,
sistem sosial, sistem semiotik, baik semiotik sosial maupun budaya yang amat
kaya nuansa makna yang terkandung dalam tanda-tanda yang terbangun oleh seni pertunjukan.
Artinya, dalam mempelajari seni, maka juga harus memahami wawasan kebudayaan.
Keduanya saling terkait dan menyusun satu sama lain.
Jam kunjung,
Senin – Kamis 07.15 – 14.15, Jumat : 07.15 – 11.15, Sabtu: 07.15 – 12.45. hari
Minggu tetap dilayani, temui penjaga Museumnya dengan senang hati pengunjung
akan dilayani. Harga tiket Rp. 500,-.
Berikut ini koleksi museum sendang Mas Banyumas :
1. Koleksi
Wayang
a. Wayang Gagrak Banyumasan
b. Wayang Kulit Purwo Gagrak Yogyakarta
c. Wayang Kancil
d. Wayang Kidang Kencana
e. Wayang Suluh
f. Wayang Krucil
g. Wayang Golek Purwo
h. Wayang Golek Menak
i. Wayang
Beber
j. Wayang Suket
k. Wayang Adam Ma'rifat
2. Gamelan Ageng
3. Foto-foto
kenangan Banyumas tempo dulu
4. Lukisan-lukisan
Bupati Banyumas
5. Tombak
peninggalan Bupati Pertama Banyumas
6. Benda-benda
ethnografi kuno Banyumas
7. Benda-benda
temuan arkeologi kuno Banyumas
B.
Pendopo Si Panji
SEJARAH
SINGKAT
Sebelum tahun 1937, di kompleks inilah Pemerintahan Kabupaten Banyumas dipusatkan. Kemudian dengan digabungkannya Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purwokerto pada 1936, maka atas prakarsa Bupati Banyumas ke 19 yaitu R.A.A. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950), Pendopo Si Panji (yang dahulunya berada di Kota Lama Banyumas) pada bulan Januari 1937 dipindahkan ke ibukota Kabupaten Banyumas di Purwokerto, dan diresmikan pada 7 Januari 1937. Maka kota lama Banyumas hanya menjadi ibukota Kawedanan Banyumas, dan sekarang menjadi ibukota Kecamatan Banyumas. Untuk mengingatkan bahwa dulunya merupakan ibukota Kabupaten Banyumas dan lokasi beradanya Pendopo Si Panji, maka dibangunlah Pendopo Duplikat Si Panji.
Sebelum tahun 1937, di kompleks inilah Pemerintahan Kabupaten Banyumas dipusatkan. Kemudian dengan digabungkannya Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purwokerto pada 1936, maka atas prakarsa Bupati Banyumas ke 19 yaitu R.A.A. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950), Pendopo Si Panji (yang dahulunya berada di Kota Lama Banyumas) pada bulan Januari 1937 dipindahkan ke ibukota Kabupaten Banyumas di Purwokerto, dan diresmikan pada 7 Januari 1937. Maka kota lama Banyumas hanya menjadi ibukota Kawedanan Banyumas, dan sekarang menjadi ibukota Kecamatan Banyumas. Untuk mengingatkan bahwa dulunya merupakan ibukota Kabupaten Banyumas dan lokasi beradanya Pendopo Si Panji, maka dibangunlah Pendopo Duplikat Si Panji.
PENDOPO SIPANJI
Setelah
Perang Diponegoro berakhir (1825-1830) daerah Banyumas dan Kedu (Bagelan)
terlepas dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta dan berada langsung
di bawah pemerintahan Hindia Belanda.
Jendral De Kock mengunjungi Banyumas pada bulan November 1831 dan dengan Keputusan Jendral Van Den Bosch tertanggal 18 Desember 1831 dibentuklah Karesidenan Banyumas yang terdiri dari lima Kabupaten, yaitu : Banyumas, Ajibarang, Purbalingga, Banjarnegara, dan Majenang.
Kabupaten Banyumas pada masa itu terdiri dari tiga distrik yaitu : Banyumas, Adirejo, dan Purworejo Klampok. Kabupaten Ajibarang terdiri dari tiga distrik yaitu : Ajibarang, Jambu (sekarang Jatilawang) dan Purwokerto.
Karena bencana angin topan selama 40 hari yang melanda Kabupaten Ajibarang pada tahun 1832, maka ibukota Kabupaten pada tanggal 6 Oktober 1832 dipindahkan ke Desa Paguwon, Distrik Purwokerto.
Bupati Ajibarang pada saat itu adalah Adipati Aryo Mertodirejo II yang dapat disebut juga sebagai Adipati Purwokerto I.
Rumah atau pendopo Kabupaten Banyumas dan Kota Banyumas didirkan pada tahun 1582 oleh Kyai Adipati Wargautama II yang dapat disebut sebagai Bupati Banyumas I dan dikenal pula dengan sebutan Kyai Adipati Mrapat. Kemudian Adipati Yudonegoro II (Bupati Banyumas VII tahun 1707-1743) memindahkan Kabupaten Banyumas agak ke sebelah timur dengan sekaligus membangun rumah Kabupaten berikut Pendoponya. Dan yang sekarang terkenal dengan nama SI PANJI.
Banyak cerita yang berhubungan dengan pendopo Si Panji dengan keanehannya. Cerita itu antara lain :
Jendral De Kock mengunjungi Banyumas pada bulan November 1831 dan dengan Keputusan Jendral Van Den Bosch tertanggal 18 Desember 1831 dibentuklah Karesidenan Banyumas yang terdiri dari lima Kabupaten, yaitu : Banyumas, Ajibarang, Purbalingga, Banjarnegara, dan Majenang.
Kabupaten Banyumas pada masa itu terdiri dari tiga distrik yaitu : Banyumas, Adirejo, dan Purworejo Klampok. Kabupaten Ajibarang terdiri dari tiga distrik yaitu : Ajibarang, Jambu (sekarang Jatilawang) dan Purwokerto.
Karena bencana angin topan selama 40 hari yang melanda Kabupaten Ajibarang pada tahun 1832, maka ibukota Kabupaten pada tanggal 6 Oktober 1832 dipindahkan ke Desa Paguwon, Distrik Purwokerto.
Bupati Ajibarang pada saat itu adalah Adipati Aryo Mertodirejo II yang dapat disebut juga sebagai Adipati Purwokerto I.
Rumah atau pendopo Kabupaten Banyumas dan Kota Banyumas didirkan pada tahun 1582 oleh Kyai Adipati Wargautama II yang dapat disebut sebagai Bupati Banyumas I dan dikenal pula dengan sebutan Kyai Adipati Mrapat. Kemudian Adipati Yudonegoro II (Bupati Banyumas VII tahun 1707-1743) memindahkan Kabupaten Banyumas agak ke sebelah timur dengan sekaligus membangun rumah Kabupaten berikut Pendoponya. Dan yang sekarang terkenal dengan nama SI PANJI.
Banyak cerita yang berhubungan dengan pendopo Si Panji dengan keanehannya. Cerita itu antara lain :
1. Pada tanggal 21 s.d 23
Februari 1861 sebagaimana tersebut dimuka, kota Banyumas dilanda banjir hebat
(Blabur Banyumas) karena meluapnya Kali Serayu. Sebagian pengungsi berusaha
menyelamatkan diri dengan naik ke atas pendopo "Si Panji". Setelah
air bah surut, ternyata pendopo ini tidak mengalami kerusakan atau perubahan
sedikitpun pada keempat tiangnya (saka guru). Bupati Banyumas pada masa itu
adalah Raden Adipati Cokronegoro I yang menjabat sejak tahun 1831.
2. Konon ketika pendopo itu
akan dibangun, semua sesepuh/tokoh masyarakat Banyumas menyumbangkan calon saka
guru pendopo atau bahan bangunan yang lain. Semua Ki Ageng telah memenuhi
permintaan Sang Adipati, kecuali Ki Ageng Somawangi, sehingga ia dipanggil
untuk menghadap Sang Adipati akan dimintai keterangannya. Menghadaplah Ki Ageng
Somawangi memnuhi panggilan dinas Sang Adipati. Sementara itu pembangunan
pendopo sedang dikerjakan. Untuk menebus kesalahannya, pada saat itu pula ia
langsung menyerahkan saka guru pendopo yang ia ciptakan dari tatal dan
potongan-potongan kayu yang berserakan di sekitar kompleks pembangunan itu. Hal
itu oleh Sang Adipati tidak disambut baik, bahkan sebaliknya itu dianggap suatu
sikap pamer atau mendemonstrasikan kebolehannya, akibatnya malahan ia dituduh
berniat akan njongkeng kewibawaan sang Adipati. Atas tuduhan yang kurang adil
itu, Ki Ageng marah, segera meninggalkan Kadipaten tanpa pamit. Sang Adipati
merasa sangat tersinggung, segera menyuruh prajurit kabupaten supaya menangkap
Ki Ageng yang dianggap ngungkak krama itu. Namun karena kesaktiannya
(perlindungan Allah) ia dapat lolos dari bahaya itu. Konon tongkatnya
ditancapkan di suatu tempat yang untuk sementara tongkat tersebut berganti
wujud persis seperti sosok Ki Ageng. Sementara para prajurit menganiyaya Ki
Ageng tiruan, Ki Ageng Somawangi dari jalan raya menerobos melalui jalan
setapak menuju padepokannya yang sekarang menjadi Desa Somawangi, Kecamatan
Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara. Desa di mana Ki Ageng menerobos untuk
menghindari kejaran prajurit Banyumas (rejaning jaman) kemudian diberi nama
“Panerusan” yang pernah menjadi desa perdikan berstatus “Kademangan”. Sekarang
menjadi nama desa di Kecamatan Susukan, Purworejo Klampok. Sebagai pembalasan
atas sikap Sang Adipati yang dianggap daksinya, Ki Ageng Somawangi memberikan
sumpah serapah atau kutuk pastunya kepada trah Banyumas terutama kepada yang
menjabat sebagai priyayi yakni barang siapa diantara para keturunan Bupati
Banyumas yang datang ke Desa Somawangi dan melewati (menyeberangi) Kali Sidula
(sungai kecil yang bermuara di Kali Sapi), ndilalah (kersaning Allah),
jabatannya akan lepas atau sekurang-kurangnya turun pangkat. Apa hanya secara
kebetulan atau memang ampuhnya kutukan itu, konon sumpah serapah itu
benar-benar mempan, sehingga sampai sekarang masih ada orang yang mempercayainya,
sekalipun bukan trah Bupati Banyumas. Siapakah Raden Somawangi (Ki Ageng
Somawangi) Ia adalah cucu Ki Ageng Penjawi (nama samaran). Ki Ageng Penjawi
adalah mantan Bupati Pasantenan (Pai) yang karena konflik dengan Kerajaan
Mataram terpaksa hijrah ke wilayah Banyumas yang lazim disebut daerah
mancanegara.
3. Cerita lain menyebutkan
bahwa salah satu saka guru Pendopo Si Panji (yang dikeramatkan) berasal dari
hutan belantara di daerah hulu Kali Serayu Kabupaten Banjar (Banjarwalulembu).
Konon hutan itu sangat wingit (Jawa sato mara sato mati jalma mara jalma
mati). Kata sehibul hikayat, saka guru yang satu itu cenderung ingin
kembali ke asalnya. Namun keinginannya itu tidak mungkin terlaksana. Setelah
ada penggabungan Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Purwokerto tahun 1936,
atas prakarsa Adipati Aryo Sujiman Gandasubrata (Bupati Banyumas XX), Pendopo
Si Panji pada bulan Januari 1937 dipindahkan dari Banyumas ke Purwokerto.
Barangkali terpengaruh kepercayaan-kepercayaan tersebut di atas dan untuk menghindari
hal-hal (peristiwa gaib) yang tidak diinginkan, maka pemboyongan pendopo Si
Panji yang keramat itu tidak melewati Sungai Serayu, tetapi melewati daerah
Semarang.
KISAH SAKA GURU &
PEMINDAHAN PENDOPO SIPANJI
Masyarakat Banyumas sangat
mengenal Pendopo Si Panji, Pendopo Kabupaten Banyumas yang
sampai saat ini masih kokoh berdiri megah di kota Purwokerto dan
menjadi ‘’Pujer” (pusat) Pemerintahan Kabupaten Banyumas.
Hingga saat ini Pendopo Si Panji masih dikeramatkan, khususnya
pada salah satu tiang sebelah barat yaitu soko guru (tengah) selalu diberi
sesaji agar semua kegiatan yang belangung di Pendopo Si Panji dapat
berjalan lancar tanpa ada gangguan.
Kisah-kisah misteri sering
terdengar dari Pendopo Si Panji yang diboyong dari kota
Banyumas kePurwokerto dengan memutar ke Pantura, tidak melewati
(nglangkahi) Sungai Serayu. KabupataenBanyumas didirikan
pada tahun 1852 ole Kyai Adipati Wargautama II yang juga
disebut sebagaiBupati Banyumas I dan dikenal sebagai Kyai
Adipati Mrapat. Dalam perjalanan sejarah, Adipati Yudongoro (Bupati
Banyumas VII / 1708 – 1743) memindahkan pusat Kabupaten Banyumas agak
ke sebelah timur dengan sekaligus membangun rumah Kabupaten berikut
Pendopo yang dikenal denganPendopo Si Panji.
Dalam sejarahnya, Pendopo
Si Panji sering memunculkan keanehan dan cerita mistis, misalnya pada
tanggal 21-23 Februari 1861, kota Banyumas dilanda banjir
bandang / Blabur Banyumas, karena meluapnya Sungai
Serayu. Puluhan pengunsi berusaha menyelamatkan diri dengan naik ke atas
(atap)Pendopo Si Panji. Setelah air bah surut, ternyata Pendopo Si
Panji tidak mengalami kerusakan atau perubahan sedikitpun pada keempat
tiangnya (saka guru). Posisi Pendopo juga tidak bergeser sedikitpun
padahal bangunan disekitarnya roboh karena diterjang banjir setinggi lebih dari
3,5 meter.
Misteri lain, ketika
Pendopo akan dibangun, semua sesepuh dan tokoh masyarakat Banyumas supaya
menyumbangkan calon saka guru Pendopo maupun bahan bangunan yang lain.
Semua tokoh masyarakat telah memenuhi permintaan sang Adipati, kecuali Ki Ageng
Somawangi, sehinga ia dipangil untuk menghadap Adipati Yudonegoro II untuk
dimintai keterangannya. Ki Ageng Somawangi menghadap memenuhi panggilan sang
Adipati. Untuk menebus kesalahannya, pada saat itu pula ia langsung menyerahkan
saka guru Pendopo yang ia ciptakan dari “tatal” dan pontongan-potongan
kayun yang berserakan disekitar komplek pembangunan itu. Hal itu tidak disambut
baik oleh sang Adipati, bahkan diangap suatu perbuatan yang “pamer kadigdayan”.
Akibatnya ia malah dituduh akan “menjongkeng kawibawan” (mengambil alih
kekuasaan) Sang Adipati.
Atas tuduhan yang kurang
adil itu, Ki Ageng Somawangi marah, segera meningalkan Kadipaten tanpa pamit.
Sang Adipati sangat tersingung dan menyuruh prajuritnya untuk menangkap Ki Ageng
Somawangi yang dianggap “ngungkak krama” (membangkang) itu. Namun karena
kesaktiannya, ia dapat lolos dari upaya penangkapan. Konon tongkat saktinya
ditancapkan di suatu tempat dan berubah wujud menyerupai Ki Ageng Somawangi.
Sontak para prajurit menganiaya Ki Ageng Tiruan.
Ki Ageng Somawangi
melanjutakan pelarian menyimpang dari jalan raya, menerobos melalui jalan
setapak menuju padepokannya yang sekarang dikenal dengan Desa Somawangi
Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Desa dimana Ki geng Somawangi
menerobos untuk menghindari kejaran Prajurit Banyumas, kemudian
diberi nama “Panerusan”. Dengan demikian diketahui bahwa ada saaat awal
pembangunan Pendopo Si Panji sempat menimbulkan ontran-ontran tokoh Banyumas itu.
Masyarakat Banyumas mempercayai
bahwasanya salah satu tiang utama (saka guru) Pendopo Si Panji yang
dikeramatkan, berasal dari hutan belantara di hulu Sungai Serayu.
Dari cerita yang berkembang, kayu yang telah digunakan sebagai tiang itu ingin
kembali lagi ke hutan yang sangat angker itu. Sampai saat ini saka guru yang
masih kokoh itu katanya ada penunggunya berupa sosok ular dan seorang kakek
berjenggot panjang.
Setelah ada penggabungan
Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Purwokerto tahun
1936 atau prakarsa Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati Banyumas XX),
pada Bulan Janauari 1937Pendopo Si Panji dipindahkan dari Banyumas ke Purwokerto.
Berdasarkan suara gaib dan petunjuk dari para sesepuh Banyumas dan
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka pemindahanPendopo Si
Panji yang keramat itu tidak melewati Sungai Serayu,
tetapi melewati pantai utara Jawa (Pantura), Semarang ke barat, Bumiayu,
Ajibarang, kemudian sampai ke Purwokerto.
Ada beberapa hal yang
menjadikan Pendopo Si Panji dipindah ke Purwokerto. Ada sasmita
bahwa kelak kota Purwokerto akan maju pesat dan
menjadi kota perdagangan dan pusat pemerintahan. Pemindahan pendopo
sebagai simbol pengakuan betapa kota Banyumas sulit
bekembang, karena tidak ada jalur kereta api, lahan kota sempit, dan
akses ke laur tidak berkembang. Maka saat itu pun kota Banyumas sepi
dan sulit berkembang. Hal ini membuktikan apa yang diperkirakan oleh Bupati
Sudjiman Gandasubrata itu benar.
Untuk mengenang
kebesaran Pendopo Si Panji, Pemda Kabupaten Banyumas telah
membangun “dulpilkat” pendopo di bekas berdirinya Pendopo Si Panji.
Namun tidak sesuai dengan aslinya bahkan terkesan lebih mewah dari Pendopo
Si Panji yang ada di Purwokerto.
Dari rangkaian sejarah,
ternyata sejak pembangunannya sudah ada aura mistis dan pertentangan tokoh,
pernah menjadi pengungsian puluhan penduduk yang naik ke atas pendopo dan tidak
ada kerusakan saat banjir bandang. Perjalanan sejarah selanjutnya pendopo yang
keramat ini tidak mau melewatiSungai Serayu dan di arak
lewat Semarang (Pantura) hingga ke kota Purwokerto.
Suatu hal aneh yang sampai saat ini belum terkuak adalah alasan mengapa
pemindahanyya tidak boleh melewati Sungai Serayu, tetapi harus
melewati ratusan kilometer memutar Jawa Tengah.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan
diadakannya penelitian tersebut maka dapat kami simpulkan bahwa terdapat
banyak Obyek Pariwisata yang murah dan
menarik di wilayah Banyumas. Obyek
Pariwisata merupakan salah satu daya tarik pengunjung untuk mendatangi wilayah
Banyumas. Ada banyak obyek wisata di daerah Banyumas yang belum diketahui oleh
masyarakat luas, sehingga kita sebagai masyarakat Banyumas ikut serta
mempromosikan dan mengenal kepada masyarakat luas mengenai Obyek Pariwisata
yang ada di Banyumas. Kita juga perlu menjaga dan melestarikan wilayah
Banyumas, agar tetap indah dan dapat menarik wisatawan untuk datang kesini.
B. Tujuan
Ø
Menambah
wawasan mengenai bangunan bersejarah di Banyumas.
Ø
Menarik minat para wisatawan untuk mengunjungi obyek pariwisata
tersebut.
Ø
Menggali lebih dalam tentang informasi seputar objek wisata tersebut.
Ø
Memperoleh data yang akurat dengan datang langsung ke tempat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar